I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia adalah salah satu Negara berkembang dan Negara Agraris yang sebagian
penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Untuk meningkatkan hasil
pertanian yang ingin dicapai maka diperlukan berbagai sarana yang mendukung
agar dapat mencapai hasil yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi
kebutuhan nasional dalam bidang pangan / sandang dan meningkatkan perekonomian
nasional dengan mengekspor hasilnya ke luar negeri. Sarana-sarana yang
mendukung peningkatan hasil di bidang pertanian tersebut adalah alat-alat
pertanian, pupuk, bahan-bahan kimia yang termasuk di dalamnya adalah pestisida.
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan
sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan
dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang harus dilakukan mengingat bahwa
pestisida adalah bahan yang beracun. Penggunaan bahan-bahan kimia pertanian
seperti pestisida tersebut dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan
dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan perairan.
Untuk meningkatkan produksi pertanian disamping juga menjaga keseimbangan
lingkungan agar tidak terjadi pencemaran akibat penggunaan pestisida perlu
diketahui peranan dan pengaruh serta penggunaan yang aman dari pestisida dan
adanya alternatif lain yang dapat menggantikan peranan pestisida pada
lingkungan pertanian dalam mengendalikan hama, penyakit dan gulma.
Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi
aturan akan mengakibatkan banyak dampak, diantaranya dampak kesehatan bagi
manusia yaitu timbulnya keracunan pada petani dan yang lebih berbahaya lagi
adalah terjadinya gangguan pada sistem reproduksi wanita . Hal-hal tersebutlah
yang masih banyak diabaikan oleh para petani Indonesia terutama didaerah pedesaan.
Mereka tidak memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkan dari pekerjaan yang
mereka lakukan setiap harinya dengan berbagai alasan klasik. Oleh karena itu,
kami membahas tentang Penyakit yang dapat ditimbulkan dari pekerjaan khususnya
sebagai petani agar dapat menambah pengetahuan dan kesadaran tentang berbagai
penyakit yang dapat ditimbulkan dari pekerjaannya sehingga dapat membantu
mencegah dan meminimalisir masalah baik penyakit maupun keracunan akibat
pestisida pada petani tersebut. Buah dan sayur merupakan makanan sehat yang
kaya serat. Namun banyak buah dan sayur yang kotor akan adanya pestisida. Dalam
upaya memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat, produksi buah dan sayur
sering mengalami kendala serangan hama, maka salah satu cara untuk meningkatkan
produksi buah dan sayur adalah dengan menggunakan pestisida. Dalam jumlah
tertentu penggunaan pestisida untuk tnaman buah dan sayur masih dapat ditolerir
tubuh. Namun jika jumlahnya berlebihan, bisa membahayakan kesehatan.
1.2 Tujuan tutorial
1. Untuk mengetahui pengertian dari pestisida
2. Untuk mengetahui
dampak pestisida terhadap tanaman
3.Untuk mengetahui
dampak pestisida terhadap lingkungan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida adalah substansi kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan
berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga,
tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi
(jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan
ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap
merugikan.Bagi kehidupan rumah tangga, yang dimaksud hama adalah meliputi semua
hewan yang mengganggu kesejahteraan hidupnya, seperti lalat, nyamuk,
kecoak,ngengat, kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang serta
kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu kesejahteraannya. ( Herwanto , 1998 )
Pestisida tidak hanya berperan
dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun
juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil
hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan
vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan
lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau
gangguan serangga yang lain.Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk
pengendalian jasad pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja
dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia, sumber
daya hayati dan lingkungan pada umumnya.Dalam bidang pertanian pestisida
merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman.( Hidayat , 2001 )
Kelompok utama pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan serangga hama dengan tunggau adalah insektisida, akarisida dan
fumigan, sedang jenis pestisida yang lain diberi nama masing-masing sesuai
dengan hama sasarannya.
Dengan demikian penggolongan pestisida berdasar
jasad sasaran dibagi menjadi :
1. Insektisida : yaitu racun yang digunakan untuk
memberantas jasad pengganggu yang berupa serangga. Contoh : Bassa 50 EC Kiltop
50 EC dan lain-lain.
2. Nematisida :
yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa
cacing-cacing parasit yang biasa menyerang akar tanaman. Contoh : Furadan 3 G.
3. Rodentisida
: yaitu racun yang digunakan untuk memberantas binatang-binatang mengerat,
seperti misalnya tupai, tikus. Contoh : Klerat RM, Racumin, Caumatatralyl,
Bromodoiline dan lain-lain. ( Arief
. 1994 )
4. Herbisida :
adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulam (tanaman pengganggu).
Contoh : Ronstar ODS 5/5 Saturn D.
5. Fungisida : digunakan untuk memberantas jasad
yang berupa cendawan (jamur). Contoh : Rabcide 50 WP, Kasumin 20 AB, Fujiwan
400 EC, Daconil 75 WP, Dalsene MX 2000.
6. Akarisida :
yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang berupa
tunggau. Contoh : Mitac 200 EC, Petracrex 300 EC.
7. Bakterisida
: yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan penykit tanaman yang
disebabkan oleh bakteri. Contoh : Ffenazin-5-oksida (Benidiktus . 2010)
Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi
terlebih dahulu. Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik
bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator
lain. Oleh formulator baru diberi nama. Berikut ini beberapa formulasi
pestisida yang sering dijumpai:
1. Cairan emulsi
(emulsifiable concentrates/emulsible concentrates) Pestisida yang berformulasi
cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleb
singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate). B
(emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum
angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka tersebut
lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi
pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut
serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena
berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi.
2. Butiran (granulars)
Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai
insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi
tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan
aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat.
Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran
20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan
formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya
tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).
3. Debu (dust) Komposisi
pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa
seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini kurang
banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja
apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran
(tanaman).
4. Tepung (powder)
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan
bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen). Untuk
mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang tercantum
singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder).
5. Oli (oil) Pestisida
formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble concentrate
in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau
aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan
menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada tanaman kapas. (Untung, 2010)
Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Masalah yang banyak diprihatinkan dalam pelaksanaan
program pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah masalah pencemaran yang
diakibatkan penggunaan pestisida dibidang pertanian, kehutanan, pemukiman, maupun
disektor kesehatan. Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang
tertinggal di lingkungan fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan
menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia semakin menurun.
Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan
pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat
terjadi karena pestisida menyebar melaui angin, melalui aliran air dan terbawa
melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat
sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat
bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang
dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan
disetiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung
dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisme bukan sasaran. Oleh
karena sifatnya yang beracun serta relatif peersisten dilingkungan, maka residu
yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah.
Residu pestisida telah ditemukan didalam tanah,
ada diair minum, air sungai, air sumur, maupun diuadara. Dan yang apaling
berbahaya racun pestisida kemungkinan terdapat didalam makanan yang kita
konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan buah-buahan.
Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko
pencemaran, dengan adanya hembusan angin. Pencemaran pestisida di udara tidak
terhindarkan pada setiap aplikasi pestisida. Sebab hamparan yang
disemprotkan sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida yang
disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ketempat lain yang bukan target
aplikasi, dan mencemari tanah, air dan biota bukan sasaran.
Pencemaran pestisida yang diaplikasikan disawah
beririgasi sebagian besar menyebar didalam air pengairan, dan terus kesungai
dan akhirnya kelaut. Memang didalam air terjadi pengenceran, sebagian ada yang
terurai dan sebagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu
mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar
pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi.
Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap
oleh mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persistens, maka konsentrasinya
didalam tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibandngkan
dengan pestisda yang mengambang didalam air. Mikroplankton-mikroplankton
tersebut kelak akan dimakan zooplankton.
Dengan demikian pestisida
tadi ikut termakan. Karena sifat
persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi didalam tubuh
zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali dibanding dengan
yang ada didalam air. Bila zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil,
konsentrasi pestisida didalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi.
Demikian pula konsentrasi pestisida didalam tubuh ikan
besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar,
akan menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut.
Model pencemaran seperti yang dikemukakan, terjadi
melalui rantai makanan, yang bergerak dari aras tropi yang terendah menuju aras
tropi yang tinggi. Mekanisme seperti yang dikemukakan, di duga terjadi pada
kasus pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi, yang menghebohkan sejak tahun lalu.
Di duga logam-logam berat limbah sebuah industri PMA telah terakumulasi di
perairan Teluk Buyat. Sekaligus mempengaruhi secara negatif biota
perairan, termasuk ikan-ikan yang di konsumsi masyarakat setempat.
Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan
pestisida dampaknya tidak segera dapat di lihat. Sehingga sering kali diabaikan
dan terkadang dianggap sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari.
Akibat pencemaran lingkungan terhadap organisme biosfer, dapat mengakibatkan
kematian dan menciptakan hilangnya spesies tertentu yang bukan jasad
sasaran. Sedangkan kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat menimbulkan
akibat negatif jangka panjang yang tidak dapat diperbarui. Sering kali yang
langsung terbunuh oleh pengguna pestisida adalah spesies serangga yang
menguntungkan seperti lebah, musuh alami hama, invertebrata, dan bangsa burung.
Di daerah
Simalungun, diketahui paling
tidak dua jenis
spesies burung yang dikenal sebagai
pengendali alami hama serangga, saat ini sulit di temukan dan mungkin saja
sedang menuju kepunahan. Penyebabnya, salah satu adalah akibat pengaruh buruk
pestisida terhadap lingkungan, yang tercemar melalui rantai makanan.
Akibat efek racun pestisida, biasanya 2 -3 hari
setelah bertanam serangga-serangga gryllotalpidae yang bermaksud memakan kecambah dari dalam tanah,
mengalami mati massal dan menggeletak di atas permukaan tanah. Bangkai
serangga ini tentu saja menjadi makanan yang empuk bagi burung-burung Anduhur Bolon, tetapi
sekaligus mematikan spesies burung pengendali alami tersebut.
Satu lagi, spesies burung Tullik. Burung berukuran
tubuh kecil ini diketahui sebagai predator ulat penggerek batang padi. Bangsa
burung Tullik sangat aktif mencari ulat-ulat yang menggerek batang padi,
sehingga dalam kondisi normal perkembangan serangga hama penggerek batang padi
dapat terkontrol secara alamiah berkat jasa burung tersebut. Tetapi seiring
dengan pesatnya pemakaian pestisida, terutama penggunaan pestisida sistemik,
populasi burung tersebut menurun drastis. Bahkan belakangan ini, spesies
tersebut sulit ditemukan. Hilangnya spesies buurung ini, akibat efek racun yang
terkontaminasi dalam tubuh ulat padi, yang dijadikan burung Tullik sebagai
makanan utamanya.
Belakangan ini, penggunaan pestisida memang sudah
diatur dan dikendalikan. Bahkan pemerintah melarang peredaran jenis pestisida
tertentu yang berpotensi menimbulkan dampak buruk. Tetapi sebagian sudah
terlanjur. Telah banyak terjadi degradasi lingkungan berupa kerusakan
ekosistem, akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Salah satu
contohnya adalah hilangnya populasi spesies predator hama, seperti yang
dikemukakan diatas(anonym
2011).
Dampak Pestisida Terhadap
Tanaman
1. Pertumbuhan terhambat
Ketika sebuah
semak terkena pestisida, sebuah fitotoksisitas disebut keracunan dapat terjadi.
Fitotoksisitas mengacu pada penyerapan bahan kimia berbahaya kedalam struktur
penting dari semak. Salah satu gejala fitoksisitas adalah terhambatnya
pertumbuhan.ketika bahan kimia aktif dalam pestisida yang diserap kedalam
semak, mereka dapat menyebabkan mutasi pada kromosom dan hormon yang
bertanggung jawab untuk pertumbuhan tanaman. Mutasi gen menyebabkan pertumbuhan
abnormal atau kerdil yang menghasilkan semak jelas pendek atausemak yang tidak
kemajuan tahap terakhir tumbuh awal, beberapa semak dapat menghasilkan cabang
tanpa daun atau daun tetapi tidak mekar.
2. Kerusakan Daun
Kerusakan daun juga efek samping yang umum pestisida
pada semak. Selama fitotoksisitas, bahan kimia aktif dan tidak aktif dalam
pestisida berinteraksi dengan sistem penyerapan gizi semak-semak. Nutrisi
penting kurang mampu mencapai struktur daun yang halus, sehingga daun menjadi
kering atau cokelat. Dalam beberapa kasus fitotoksisitas, bermanifestasi
kerusakan daun sebagai lubang atau bintik pada daun. Sayangnya, banyak pemilik
rumah keliru mengidentifikasi kerusakan dedaunan yang disebabkan oleh hama
seperti serangga atau jamur. Sebagai hasilnya, mereka dapat meningkatkan penggunaan
pestisida pada semak, lebih merusak struktur tanaman dan memperburuk kerusakan
dedaunan.
3. Kerusakan Akar
Salah satu masalah yang paling serius yang disebabkan
oleh penggunaan pestisida jangka panjang adalah kerusakan sistem akar semak
itu. Sistem akar adalah pintuk gerbang untuk hampir semua fungsi-fungsi penting
dalam semak yaitu akar memberikan nutrisi penting yang berkontribusi terhadap
sehat, respirasi pertumbuhan dan sistem reproduksi pertumbuhan. Bila pestisida
diterapkan kearea lain dari landscape, kimia leach kedalam tanah dan bahkan air
tanah. Bahan kimia yang kemudian dapat menyebar ketanaman lain atau semak
diluar area tanaman target atau serangga. Sistem akar semak menyerap sejumlah
besar bahan kimia kuat, menyebabkan mereka untuk menyumbat atau busuk. Semak
baru, bibit dan anakan sangat rentan terhadap kerusakan akar selama tahap-tahap
awal tanam. Untuk menghindari pestisida pada tahap awal pertumbuhan dan sebagai
gantinya adalah hama tempur dengan penyiangan, mulsa atau pestisida alami(anonym 2011).
III. PEMBAHASAN
Dampak penggunaan fogging peptisida sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari manusia, merusak
saluran pencernaan, gagal ginjal, gangguan pada bayi baru lahir,
kerusakan gen dan kromosom pada bayi dalam kandungan, kerusakan paru-paru, dan
penurunan sistem kekebalan tubuh, gangguan gerakan sperma hingga kejadian
hiperaktif pada anak. Selain itu dapat menyebabkan korosi sistem syaraf, berupa
masalah ingatan yang gawat, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian,
kelumpuhan, kehilangan kesadaran dan koma, muntah-muntah, sakit perut dan
diare. Jika manusia mengkonsumsi hewan yang telah mengkonsumsi peptisida dampak
pada manusia untuk terkena pestisida sangat kecil dikarenakan manusia sebagai
pihak kedua setelah hewan yang terlebih dahulu terkena pestisida karena memakan
tanaman yang diberi pestisida, berarti perstisida tersebut telah terurai
terlebih dahulu di dalam tubuh hewan tersebut, sebelum dikonsumsi oleh manusia.
Cara
menguraikan pestisida dengan cara mengkombinasi antara proses adsorpsi/desorpsi
dengan menggunkan karbofuran dalam bentuk cair,
pelindian/difusi, penguapan dan degradasi. Dalam waktu yang beraneka ragam. Zat
pestisida mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menyebabkan kanker, karena
ratusan racun yang terkandung dalam pestisida dan bahan lainnya dapat memicu
kanker. Penyakit kanker yang disebabkan karena pestisida ialah kanker darah
(leukemia), lim-foma non hodgkins, dan kanker otak. Cara mengatasi kanker yang
dikarenakan pestisida sama halnya dengan mengatasi kanker pada umumnya. Zat
berbahaya dalam pestisida yang dapat memicu kanker dapt berupa DDT, parathion,
nitrofen, toxaphene, BHC, DBCP, chlordane, dan pestisida aldrin.
Tingkat kerawanannya peptisida dibagi atas :
Coklat
tua
: sangat berbahaya
sekali.
Merah tua
: berbahaya sekali.
Kuning tua
: berbahaya.
Biru
muda
: cukup berbahaya.
Hijau
: tidak berbahaya
pada penggunaan normal.
Cara pembuatan tepung hembus
tepung dapat disuspensikan dalam air berbentuk tepung kering agar pekat
dibasahi air. Pestisida ini tidak larut dalam air melainkan hanya tercampur
dengan air dan dihembuskan dengan duster. Untuk mengukur mudah tidaknya suatu
pestisida rusak terurai di alam digunakan parameter
waktu paruh (Decomposition Time-50 atau DT-50).
Proses
pertumbuhan tanaman tersebut juga akan terganggu karena apabila cacing-cacing
yang bermanfaar tersebut mati maka akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk
menyerap air sehingga tanah akan menjadi gembur dan tanah menjadi kurang subur.
Pestisida nabati adalah ramuan alami pembasmi hama yang bahan-bahan aktifnya
berasal dari alam seperti ekstrak tanaman tertentu yang sudah diketahui efek
positifnya dalam membasmi hama tertentu.
Bahaya dari pestisida nabati adalah polusi
lingkungan ( kontaminasi air, tanah, udara dalam jangka panjang akan tetapi
kontaminasi terhadap manusia dan mahluk lainnya ), perkembangan serangga
menjadi resisten resurgen ataupun toleran terhadap pestisida, kasus beracun (
lebih dari 400.000 kasus di laporkan pertahunnya 1,5% diantaranya fatal akibat
pestisida ini ).
Cara menanggulangi pestisida supaya tidak mencemari lingkungan dengan diadakannya kebijakan global
pembatasan penggunaan pestisida sintetik yang mengarah pada pemasyarakatan
teknologi bersih (Clean Technonogy) yaitu pembatasan penggunaan pestisida
sintetik untuk penanganan produk-produk pertanian terutama komoditi andalan
untuk eksport. Untuk penanggulangan lebih lanjutnya diadakannya peraturan dan
pengarahan kepada para pengguna, penelitian yang mendukung kepada Usaha
Pelestarian Lingkungan, Pengendalian Hayati Biologi. pestisida itu adalah racun
karena pestisida disini berguna untuk memberantas atau mematikan hama tanaman,
buakn untuk menyuburkan tanaman. Jadi, disini pestisida tidak dapat dikatakan
sebagai pupuk karena fungsi dari pestisida itu sendiri adalah membasmi para
hama, serangga, jamur, bakteri, virus dan hama lainnya. Seperti tukus, bekicot
dan nematode (cacing). Buakn untuk memupuk tanaman. buah-buah seperti
strawberry, seledri, kentang dan anggur rentan terhadap pencemaran pestisida Karena dalam proses pertumbuhan tanaman,
tanaman tersebut membutuhkan waktu yang lama dan ada pula yang tumbuh dekat
tanah yang umumnya di tempati banyak hama sehingga digunakanlah pestisida dalam
proses pertumbuhan tanaman dan pastinya pestisida tersebut digunakan dalam
jangka waktu yang panjang dan menggunakan residu pestisida pada buah dan
sayuran. kapur barus termasuk pestisida. Karena kapur barus ( Mothballs )
adalah insektisida yang digunakan untuk membunuh hama kain dengan fumigasi
dalam kontainer / peti kemas tertutup. Hal yang harus di perhatikan dalam
penggunaan pestisida adalah tepat sasaran, tepat jenis, tepat waktu, tepat
dosis/konsentrasi, dan tepat cara penggunaan. Untuk mengurangi dampak
penggunaan pestisida dapat pula dilakukan dengan cara menggunakan pestisida
alami atau pestisida yang berasal dari tumbuhan (biopestisida). Biopestisida
tidak mencemari lingkungan karena bersifat mudah terurai (biodegradable)
sehingga relatif aman bagi ternak peliharaan dan manusia. Sebagai contoh adalah
air rebusan dari batang dan daun tomat dapat digunakan untuk memberantas ulat
dan lalat hijau. Kita juga dapat menggunakan air rebusan daun kemanggi untuk
memberantas serangga. Selain tumbuhan tersebut, masih banyak tumbuhan lain yang
mengandung bioaktif pestisida seperti tanaman mindi, bunga mentega, rumput
mala, tuba, kunir, kucai, dan lain-lain. Untuk
mengetahui indikasi buah/sayur tersebut dilakukan analisis Pascakolom
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
pestisida
tersebut dibagi menjadi 7 golongan, yaitu :
· Organofosfat,jenis insektisida yang umumnya
digunakan untuk membasmi serangga yang berjasad lunak.
· Klorhidrokarbin, jenis insektisida dan pestisida.
· Karbamat, berupa insektisida.
· Dipiridil, berupa herbisida.
· Arsen, biasa digunakan untuk kayu dan tanah.
· Antikoagulan, biasanya berupa rodentisida.
· Seng fosfida, biasanya berupa rodeentisida.
Penanggulangan bagi yang terkena pestisida
tergantung pada gejala masing-masing individu yang terkena pestisida.
Tips-tips untuk menanggulanginya adalah :
· Sebelum menggunakan bacalah lebel yang ada
dikemasan. Jangan merusak lebel karena di dalamnya terdapat informasi mengenai
cara menggunakannya, penyimpanannya, bahayanya dan pertolongan pertama jika
terjadi keracunan serta informasi lainnya.
· Pestisida hendaknya disimpan di tempat yang
aman.
· Jangan menyimpannya dekat dengan makanan ataupun
minuman.
· Simpan dalam wadah yang asli dan jangan di
pindahkan ke wadah lain terutama pada wadah makanan ataupun minuman.
· Jangan menyediakan racun tikus dengan tangan
kosong, gunakan alat seperti sendik plastik dan cucilah tangan setelah
menyediakan racun tersebut.
Hama sejunder biasanya memakan sisa – sisa bahan
simpanan atau bahan simpanan yang telah rusak. Peristiwa ledakan hama
sekunder terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan penurunan
populasi hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi pada spesies
yang sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang merusak. Ledakan
ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat penggunaan
pestisida yang berspektrum luas. Pestisida tersebut tidak hanya membunuh hama
utama yang menjadi sasaran, tetapi juga membunuh serangga berguna, yang dalam
keadaan normal secara alamiah efektif mengendalikan populasi hama sekunder.
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah :
Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang tidak terlepas
dari penggunaannya untuk mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Pestisida
tidak saja membawa dampak yang positif terhadap peningkatan produk pertanian,
tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan disekitarnya. Pengarahan
dan penggunaan yang lebih tepat kepada para penggunaan dalam hal pemberian
dosis, waktu aplikasi, cara kerja yang aman, akan mengurangi ketidakefisienan
penggunaan pestisida pada lingkungan dan mengurangi sekecil mungkin pencemaran
yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief . 1994. Perlindungan Tanaman Hama Penyakit dan Gulma.
Surabaya: Usaha Nasional
Benidiktus
. 2010. Handsprayer Alat
Penyemprot Pertanian. Kumpulan Artikel
Alat & Mesin Pertanian
Herwanto , Totok
. 1988. Peralatan Pengendalian Hama Dan
Penyakit Tanaman. Bandung: Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik Pertanian.
Hidayat , Anwar
.2001. Metode Pengendalian Hama. Departemen Dinas Kesehatan. Jakarta: Depnaskes
Untung,Kasumbogo.2010. Diktat Dasar-Dasar Ilmu Hama TanamanYogyakarta:Gadjah
Mada Press
Anonim.2011. dampak penggunaan peptisida. http://pawanbagus.blogspot.com/2011/11/dampak-penggunaan-pestisida.html. diakses pada hari minggu 08 november 2015.
Anonim 2011. dampak penggunaan peptisida terhadap
lingkungan. http://edowart-ferdiansyah.blogspot.com/2011/02/pengaruh-pestisida-terhadap-lingkungan.html. diakses pada hari minggu 08 nove
Tidak ada komentar:
Posting Komentar